Jam
menunjukkan jam 6.45, berarti hanya ada waktu 15 menit lagi sebelum bel
berbunyi.Aku bergegas untuk berangkat kesekolah, untung saja rumahku dekat
dengan sekolah, jadi cukup 10 menit perjalanan aku sudah bisa sampai di
sekolah, dan masih ada sisa waktu untuk beristirahat. Aku sudah setengah
pejalanan menuju sekolah, tapi tak tau rasanya seperti ada yang mengganjal di
hatiku, “tapi apa ya” tanyaku dalam hati. Tibalah aku disekolah, dan saat
sampai di depan gerbang sekolah, tiba – tiba pak guru yang menunggui gerbang
menghadang, “stop! Berhenti di tempat” bapak berkumis tebal yang garang itu
berkata, aku mulai bertanya di hati, “emangnya ada apa sih?”. Kemudian aku
bertanya kepada bapaknya, “ada apa pak? Kenapa saya disuruh berhenti?”, dan
bapak itu menjawab “kamu gak tau kenapa
kamu disuruh berhenti? Mana dasimu?”. Akupun langsung menjawabnya dengan tegas sambil megang dadaku “ini pak!”, aku meraba raba dadaku, tapi aku merasakan tak ada dasi di depan dadaku, aku pun melihat ke depan bajuku, dan meraba raba kerahku, “lho? Kok gak ada ya, tadikan aku dah tak pakai, kok gak ada?” kataku sambil terbingung bingung dan masih meraba raba kerah. “Mana? Katanya pakai.” Bapak itu menjawab dengan santai. Akupun langsung menjawab, “tapi tadi bener sudah saya pakai pak, tapi kok gk ada?”, “halah udah, cepet sarapan dulu!” kata bapak itu sambil mlotot. “siap pak.” Kataku dengan nada tak senang dan bersiap untuk push up. Setelah selesai push up aku pun berdiri dan segera melapor pada bapaknya “sudah pak”, “ya dah sana jalan” bapak itu bicara dengan santainya. Aku pun berjalan menuju ke kelas. Aku mendengar ada yang memanggilku, “Dik, Dika tungguin”, aku tak asing sama suara itu, aku pun menoleh kebelakang, dan ternyata benar, itu ryan yang memanggilku. “ada apa yan?”, “eh ini dasi loe, tadi terbang pas berangkat, untung gue liat” katanya ryan sambil ngos ngosan. “walah, ya udah makasih banget, ayo masuk ke kelas” ajakku. “oke bro” jawab ryan dengan tersenyum.
kamu disuruh berhenti? Mana dasimu?”. Akupun langsung menjawabnya dengan tegas sambil megang dadaku “ini pak!”, aku meraba raba dadaku, tapi aku merasakan tak ada dasi di depan dadaku, aku pun melihat ke depan bajuku, dan meraba raba kerahku, “lho? Kok gak ada ya, tadikan aku dah tak pakai, kok gak ada?” kataku sambil terbingung bingung dan masih meraba raba kerah. “Mana? Katanya pakai.” Bapak itu menjawab dengan santai. Akupun langsung menjawab, “tapi tadi bener sudah saya pakai pak, tapi kok gk ada?”, “halah udah, cepet sarapan dulu!” kata bapak itu sambil mlotot. “siap pak.” Kataku dengan nada tak senang dan bersiap untuk push up. Setelah selesai push up aku pun berdiri dan segera melapor pada bapaknya “sudah pak”, “ya dah sana jalan” bapak itu bicara dengan santainya. Aku pun berjalan menuju ke kelas. Aku mendengar ada yang memanggilku, “Dik, Dika tungguin”, aku tak asing sama suara itu, aku pun menoleh kebelakang, dan ternyata benar, itu ryan yang memanggilku. “ada apa yan?”, “eh ini dasi loe, tadi terbang pas berangkat, untung gue liat” katanya ryan sambil ngos ngosan. “walah, ya udah makasih banget, ayo masuk ke kelas” ajakku. “oke bro” jawab ryan dengan tersenyum.
Kami
berdua sampai di depan kelas, tapi kami masih ngobrol, dan tiba tiba “dukkk”, pintu kelas di tendang sampai
kena mukaku, “eh sorry bro gak sengaja, aku gak liat” kata salah satu anak.
“iya gak papa lain kali hati hati” kataku sambil mengelus mukaku yang sakit.
Aku pun segera duduk, aku duduk ditengah bareng ryan. Ya, ryan itu sahabat
baikku, sudah sejak MOS kami saling kenal, dan ryan juga yang sering mengajari
aku yang sering gak mudeng, tapi untungnya ryan orangnya penyabar.
Hari ini jam pertama adalah matematika. Matematika
adalah pelajaran favorit ryan, gak tau kenapa, padahal kan matematika banyak angka
angka yang jelas. Tapi ryan pernah bilang padaku “kalo loe gak suka matematika,
hidup loe gak ada artinya, emangnya loe bisa ngitung uang jajan loe kalo gak da
matematika?”, kalau dipikir piker memang ada benarnya ryan bilang begitu, ya
mungkin itu awal aku suka sama pelajaran matematika. Duduk sama orang yang
pinter itu nguntungi juga, untung ryan orangnya gak pelit, baik lagi, tapi
tetep gaul.
Pak Ajun dating, ya itu nama panggilan guru
matematikaku. Kalau nama aslinya sih Alfrediansyah Juniarto, tapi enakan Pak
Ajun. Pak Ajun duduk di kursi guru, dan Aldo si ketua kelas meyiapkan untuk
berdoa. Setelah itu Pak Ajun berdiri danmemberikan salam kepada murid murid dan
siap mengajar. Pelajaran dimulai, dan ternyata materinya adalah Trigonometri, “what?” kataku dalam hati.
Aku paling gak mudeng sama Trigonometri, ya
udahlah terima saja, yang pentingkan ada bintang kelas didekatku.
Pelajaran selesai, sekarang waktunya istirahat. Hal yang
biasa adalah sms pacarku, Asta.Karena kelas kami jauh, jadi kami sering smsan,
dan ke kantin bareng. Kami pacaran sejak setelah MOS, aku kenal dia karena aku jadi seniornya, memang
terkesan seperti cinlok, tapi mau gimana lagi, dia juga suka. Tempat favorit
kami adalah di bawah pohon mangga yang rindang di atas tanjakan sebelah
lapangan upacara. Aku segera sms dia, diapun membalas, dan dia mengajak bertemu
di tempat favorit. Kami pun bertemu, dan kami pun mengobrol dan bercanda.
Ditengah tengah pembicaraan, dia akan mengatakan sesuatu, tiba tiba ada
perasaan yang tak enak datang. Dia mulai berkata, “Kak maaf aku harus
mengatakan ini, tapi ini yang terbaik untuk kita”, “ada apa memangnya?” aku
bertanya sambil tersenyum. “Sekali lagi aku minta maaf” katanya sambil
menunduk, “iya bicara saja” kataku dengan perasaan cemas. “Kak kita harus
menyudahi hubungan kita sampai disini” katanya sambil meneteskan air mata. “apa
maksudnya?” Tanyaku sambil bingung, “kita putus kak” katanya lirih dan air mata
mulai terpecah, dan dia berlari, akupun masih terperangah, dan tak percaya pada
kata katanya. Aku mulai terdiam di bawah pohon mangga sendiri. Ryan datang,
agaknya dia tau apa masalahku. “udah senyum, aku ngerti masalhmu, udah, masak
cowo lembek gitu aja.” Katanya padaku dengan senyum. Aku masih terdiam dan
merasa terpukul karena kejadian ini. “tolong tingglin aku dulu yan” kataku
sambil tertunduk, “oke, gue ngerti kalo loe butuh sendiri sekarang”katanya
sambil bersiap untukberdiri. Aku menyahut tangannya dan berkata “aku nanti mau
ngomong sesuatu sama kamu”, dia menjawab dengan anggukan kepala dan senyuman.
Kemudian dia pergi meninggalkan aku sendiri.
Bel berbunyi, dan aku segera meninggalkan tempat
ini. Aku pergi ke kamar mandi untuk cuci muka, dan kembali ke kelas. Setelah
sampai di kelas, ryan pun bertanya, “udah baikkan?”, aku menjawabnya dengan
senyuman. Ada yang menepuk pundakku, kemudia aku menengoknya, ternyata Ares
yang duduk di belakangku. “kamu kenapa dik?” tanyanya sambil guyonan. Aku hanya
menggelengkan kepala. “gak kenapa napa kok diem aja, mesti ada masalah, cerita
to.” Tanyanya padaku dengan nada heran. Ryan pun berbicara “udah res diem, Dika
lagi da masalah, jangan diganggu dulu”, “oh oke oke” jawabnya tenang. Aku
belajar tanpa konsentrasi sedikit pun di kelas, aku masih bertanya tanya, apa
masalahnya, kenapa dia Asta setega itu.
Jam menunjukan pukul 13.15, sebentar lagi waktunya
pulang, ini adalah waktu yang dinantikan para siswa, tapi tidak bagiku. Aku
merasa tak ada gairah untuk beranjak dari kursi, aku tetap terdiam sampai bel
pulang berbunyi. Semua siswa telah pergi, tapi ryan masih tetap ada
disampingku, ares yang tadinya akan pulang, tapi kembali lagi untu
menghampiriku. “kalian gak pulang?” tanya ares pada kami berdua. Ryan menjawab
“kami pulang nanti”, sejenak ares terdiam, agaknya dia memikirkan sesuatu,
“bolehkah aku gabung dengan kalian?” tanyanya pada kami lagi, ryan menoleh
kepadaku, dan aku mengangguk. Lalu ares duduk didepan kami berdua. “Sebenernya
kamu kenap to dik?” tanya ares serius. “Aku putus sama asta res”jawabku lirih,
sontak ares menjawab dengan nada kaget “kok bisa, apa masalahnya?”, ryan
menjawab ‘itu yang dika belum tau”, “kok kamu bisa tau kalau dika gak tau
alasan dika diputus, mesti kamu ada apa apa sama si asta, iya kan!” kata ares
pada ryan. Seketika ryan menjawab “apa maksud loe ngomong gitu? Sembarangan aja
loe kalo ngomong kayak gitu, gue tu tau dari raut wajahnya”. Ares menjawab
dengan nada meeledek “ya kita sambut Mr. sok pinter bicara…”, ryan langsung
berdiri dari tempat duduknya, “mau kemana yan?” tanyaku padanya. “Aku mau ke
kamar mandi sebentar” jawab ryan, ares pun bicara “lama juga gak papa”. Ryan
langsung pergi ke kamar mandi tanpa menghiraukan perkataan ares. Memang ryan
adalah tipe penyabar, ia lebih sering diam dari pada harus meladeni hal hal
yang gak penting. Setelah ryan selesai dari kamar mandi, dia tak sengaja
bertemu dengan asta. Ryan pun bertanya pada asta tentang masalah ini, “as aku
mau tanya, sebenarnya apa alsanmu melakukan itu?”, asta tertunduk, dan kemudian
ia mulai bicara “kenapa kak ryan tau masalah ini, apa kak dika bicara sama kak
ryan?”. “Gak, sebenernya gue Cuma nebak kok dek, ya mungkin gue dah biasa kalo
sama masalah kaya’ gitu, apa alasanmu mutusin si dika?” jawab ryan dengan
santai. Lama asta terdiam, tapi tak lama kmudian ia mulai bicara, “aku
sebenernya masih cinta kak sam kak dika, tapi masalahnya…..”, asta mulai
meneteskan air mata, dan ia segera mengusapnya, dan ia mulai melanjutkan perkataannya.
“masalahnya, aku udah sama yang lain kak, udah 2 bulan kami menjalin hubunngan,
tapi aku gak berani buat ngomong, dan baru tadi aku bisa ngomong sama kak dika.
sekarang semua dah terlanjur, aku gak mungkin mengulang semuanya dari nol, dan
aku juga gak mau membuat kak dika tambah sakit. “kak tolong bantu aku, tolong
katakana ini semua pada kak dika, aku gak mau ngasih harapan kosong pada kak
ryan, dan jika kak ryan benci padaku, aku bisa memakluminya”, imbuhnya. “tapi
harusnya kan adek bilang sama dika baik baik, gak kaya’ gini” jawab ryan. Asta
pun menjawab dengan tetap menunduk “Ya kak aku tau, tapi beginilah adanya”.
Saat ryan akan bicara, asta langsung bicara “maaf kak, aku pergi dulu”, asta
bergegas pergi bersama temanya.
Ryan kembali ke kelas tuk menemuiku. “Dik gue mau
bicara sama loe.” Kata ryan dengan lantang. “Ada apa yan?”kataku. Ryan seperti
orang yang kebingungan, tapi dia tetap santai. Dan ryan pun mulai bicara “dik
gue abis ketemu sama si asta, dia ngomong sesuatu sama gue”. Saat aku mau
bicara, ares tiba tiba langsung bicara “nah tu kan bener, mesti ryan tu ada apa
apanya sama si asta”, ryan hanya melihat kea res, tapi ryan hanya diam saja,
dan aku pun segera bertanya pada ryan “asta ngomong apa sama kamu?”. Ryan
mengambil nafas, dan mengeluarkannya, dan ia mulai bicara “sebelume gue minta
maaf sama loe, tapi ini permintaan asta”. “gini dik, ternyata si asta udah sama
orang laen, tapi dia gak ngomong sama nak mana, dia Cuma ngomong gitu sama gue,
n dia pengen loe berhenti mikirin dia, dia minta maaf yang sebesar besar sama
loe, dia gak berani ngomong langsung sama loe, karena dia gak pengen loe
terpukul karena masalah ini” imbuh ryan. Aku terdiam, dan aku mulai bingung
masalah ini, tapi aku tetap berfikir rasional, mungkin karena aku dah biasa
bareng orang yang gak berpikiran pendek. Aku pun mulai bicara “ya makasih kamu
dah nyampein ke aku, aku bakal nerima apa adanya, karena dia bukan satu satunya
cewe yang ada di dunia ini, dan mungkin emang asta bukan jodohku”. Mereka
berdua hanya diam mendengar reaksiku, tapi tak lama kemudian ryan bicara “gue
seneng bisa denger loe ngomong kaya’ gitu, emang loe dah bukan dika yang dulu,
bukan dika yang sering ngeluh, sekarang loe dah dewasa, n bisa berpikir
kritis”. “Ini semua juga berkat kalian berdua, kalian emang temen terbaikku”
jawabku. “makasih buat semuanya,, terutama buat dukungannya” imbuhku. “bukankah
ini arti persahabatan yang sesungguhnya?kita saling bantu membantu, apapun yang
terjadi” kata ryan tenang. Ares memandang ke arahryan, dan dia pun berkata pada
ryan “yan sorry banget, aku gak tau apa apa, tapi aku malah nyolot, sorry
banget, maukan loe maafin gue?kaloloe mau marah, marah aja, aku terima.”.
“kenapa gue harus marah sama loe?tiap orang punya argumen sendiri sendiri, ntah
itu bener pa gak, gue terima, karena loe tu temen gue, gue gak bakal nyia
nyiain temen hanya karena emosi sesaat, gue tetep harus berpikir logis kalo n
sabar”jawab ryan dengan tersenyum. Kami pun segera bergegas untuk pulang, aku
pulang bareng ares, ya meski rumahku deket sama ryan, tapi aku lebih sering
bareng ares. Padaha; rumahku sama ares gak sejalur, tapi ares tetap mau
nganterin aku pulang sampai rumah.
apiik hahaha
BalasHapus